BAB I
PENDAHULUAN
Fokus dari ergonomi adalah
manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan
lingkungan dan pekerja serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah
pada faktor manusia. Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tentu
diperlihatkan rancangan sistem kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem
kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan kerja yang
diinginkan dengan menggunakan study gerakan dan prinsip ekonomi gerakan. Study
gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan
pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
Para
operator dalam melakukan pekerjaannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak
normal. Alat yang terlalu kecil, dll. Sehingga dari posisi kerja operator
tersebut dapat mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan
dan rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis tersebut,
timbulnya rasa nyeri pada bahu dan kaki akibat ketidak sesuaian antara pekerja
dan lingkungan kerjanya.
Berdasarkan
praktek yang dilakukan dilaboratorium Teknik Tata Cara Kerja, kita dapat
mengamati secara detail waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator untuk
menyelesaikan sebuah produk secara bertahap sehingga dapat dilakukan perbaikan
sistem kerja yang berdasarkan prinsip ekonomi gerakan
1,1 TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan mampu menggunakan
konsep-konsep perbaikan kerja untuk memperbaiki suatu sistem kerja.
2.
Mampu menganalisa dan memperbaiki cara
kerja dengan menggunakan study gerakan dan prinsip ekonomi gerakan.
3.
Mampu merancang dan mengimplementasikan
alat Bantu sederhana yang dapat meminimasi waktu produksi.
4.
mampu membuktikan manfaat perbaikan cara
kerja dengan criteria waktu proses.
5.
Mampu menghitung waktu baku berdasarkan
waktu garakan.
1.2 ALAT YANG DIGUNAKAN
1.
Stop Watch
2.
Obeng
3.
Steker
4.
Cek Sheet
BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Defenisi Ekonomi Gerakan
Ekonomi gerakan merupakan salah satu metode
perancangan kerja dengan cara melakukan proses analisis terhadap beberapa
gerakan bagian badan dalam menyelesaikan pekerjaan. Analisa diarahkan khususnya
untuk menghilangkan gerakan – gerakan yang tidak aktif, yang pada akhirnya
dapat menghemat waktu kerja maupun pemakaian peralatan atau fasilitas kerja.
Dalam proses analisis gerakan-gerakan, pertama-tama
suatu pekerjaan diuraikan menjadi gerakan dasar pembentuknya. Gerakan dasar ini
dikembangkan oleh Frank B, Gilberth dan Lilian Gilberth, yang dinamakan
THERBLIG dan berjumlah 17 gerakan dasar yaitu:
1.
Mencari (Search): SH
Dimulai pada saat mata bergerak mencari obyek dan berakhir bila
obyek sudah ditemukan.
2.
Memilih (Select): ST
Dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih dan berakhir bila obyek
sudah ditemukan.
3.
Memegang (Grasp): G
Gerakan untuk memegang, biasanya didahului oleh gerakan menjangkau dan
dilakukan oleh gerakan membawa.
4.
Menjangkau (Reach): RE
Gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban, baik gerakan mendekati
maupun menjauhui obyek, ini biasanya didikuti gerakang memegang.
5.
Membawa (Move): M
Gerak perpindahan tangan dalam keadaan terbebani. Gerakan ini didahului
dengan memegang dan dilanjutkan oleh melepas atau mengarahkan.
6.
Memegang untuk memakai (Hold): H
Adalah memegang tanpa menggerakan obyek yang dipegang tersebut.
7.
Melepas (Release): RL
Mulai pada saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari obyek dan
berakhir bila seluruh jari sudah tidak menyentuh obyek lagi. Didahului oleh
gerakan mengangkut dan diikuti gerakan menjangkau.
8.
Mengarahkan (Position): P
Biasanya dimulai oleh gerakan mengangkut dan biasa diikuti oleh gerakan
merakit. Gerakan ini dimulai sejak tangan mengendalikan obyek dan berakhir pada
saat gerakan memakai atau merakit dimulai.
9.
Mengarahkan Sementara (Pre Position): PP
Merupakan elemen gerak mengerahkan pada suatu tempat sementara
10. Pemeriksaan
(Inspektion): I
Merupakan kegiatan memeriksa obyek untuk mengetahui apakah obyek telah memenuhi
syarat-syarat tertentu.
11. Perakitan
(Assemble): A
Gerakan untuk menggabungkan obyek dengan obyek lain. Gerakan ini biasanya
didahului oleh salah satu therblig membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan
oleh therblig melepas. Pekerjaan dimulai bila obyek sudah siap dipasang dan
berakhir bila obyek sudah tergabung secara sempurna.
12. Lepas
rakit (Disassemble): DA
Therblig ini merupakan kebalikan dari perakitan, disini obyek dipisahkan
dari suatu kesatuan.
13. Memakai
(Use): U
Bila suatu tangan atau keduanya dipakai untuk menggunakan alat.
14. Keterlambatan
yang tak terhindar (Unavvoidable): UD
Keterlambatan yang dimaksud adalah keterlambatan yang diakibatkan oleh
hal-hal diluar kemampuan pengendalian pekerja. Misalnya karena ketentuan cara
kerja yang mengakibatkan suatu tangan menganggur sedangkan tangan lain bekerja
atau listrik padam dll.
15. Keterlambatan
yang dapat dihindarkan (Avoidable Delay): AD
Adalah keterlambatan yang oleh hal yang ditimbulkan sepanjang waktu kerja
oleh pekerja sendiri baik disengaja
maupun tidak disengaja misalnya merokok, sakit batuk dsb.
16. Merencana
(Plan): P
Merupakan proses mental, dimana operator berpikir untuk menentukan
tindakan yang akan diambil selanjutnya./ biasanya pada pekerja baru.
17. Istirahat
untuk menghilangkan fatique (Rest to Overcome fatique)
Hal ini tidak terjadi pada siklus kerja tetapi terjadi secara periodic.
Waktu untuk memulihkan kondisi badan dari rasa fatique akibat kerja
berbeda-beda.
2. 2 Prinsip – prinsip Ekonomi Gerakan
2.2.1
Prinsip – prinsip ekonomi gerakan hubungannya dengan
tubuh dan gerakan manusia
1.
Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan
pada saat yang sama.
2.
Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang
sama kecuali pada waktu istirahat.
3.
Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu
terhadap lainnya simetris dan berlawanan arah.
4.
Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat. Yaitu
hanya menggerakkan tangan atau bagian yang diperlukan saja untuk melakukan
pekerjaan sebaik-baiknya.
5.
Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum
untuk membantu pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja
otot dalam pekerja.
6.
Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah akan
memperlambat gerakan tersebut.
7.
Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan
lebih teliti dari pada gerakan yang dikendalikan.
8.
Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika
memungkinkan irama kerja harus mengikuti irama yang alamiah bagi sipekerja.
9.
Usahakan sedikit mungkin gerakan mata.
2.2.2
Prinsip – prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan
pernyataan tata letak tempat kerja.
1.
Sebaiknya dipisahkan agar badan dan peralatan mempunyai
tempat yang tetap.
2.
Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang
mudah, cepat untuk dicapai.
3.
Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya
memanfaatkan prinsip gaya berat sehingga badan yang akan dipakai selalu
tersedia ditempat yang dekat untuk diambil.
4.
Sebaiknya untuk menyalurkan obyek yang sudah selesai
dirancang mekanismenya yang baik.
5.
Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan
sedemikian rupa sehingga gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urutan-urutan
terbaik.
6.
Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya sedemikian rupa
sehingga alternatif berdiri atau duduk dalam menghadapi pekerjaan merupakan
suatu hal yang menyenangkan.
7.
Tipe tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga yang
mendudukinya bersikap (mempunyai postur) yang baik.
8.
Tata letak perlatan dan pencahayaan sebaiknya diatur
sedemikian rupa sehingga dapat membentuk kondisi yang baik untuk penglihatan.
2.2.1
Prinsip – prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan
perancangan peralatan.
1.
Sebaiknya tangan dibebaskan dari semua pekerjaan bila
penggunaan dari perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakkan dengan kaki
dapat ditingkatkan.
2.
Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian agar mempunyai
lebih dari satu kegunaan..
3.
Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam memegang dan penyimpanan.
4.
Bila setiap jari melakukan gerakan sendiri-sendiri ,
misalnya seperti pekerjaan mengetik. Bahan yang didistribusikan pada jari harus
sesuai dengan kekuatan masing – masing jari.
5.
Roda tangan , palang dan peralatan sejenis dengan itu
sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi
yang baik, dan dengan tenaga yang minimum
2.2.2
Selain itu gerakan – gerakan dapat juga
diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu:
a.
Effective
1.
Physivcal Basic Division
2.
Objective Basic Division
b.
Inffective
1.
Mental atau semimental Basic Division
2.
Delay
Gerakan – gerakan
Therblig yang digunakan untuk menyususn suatu sistem kerja, harus dibantu
dengan MIcromotion Study agar dapat menghasilkan sistem yang baik.
2. 3 Histogram
Apabila data yang diperoleh berukuran besar atau
datanya banyak maka untuk memudahkan analisa deskriptif maka data tersebut
diringkas menjadi distribusi frekuensi atau tabel frekuensi.
Langkah-langkah dalam penyusunan distribusi frekuensi
adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan range dimana diperoleh dari selisih antara
data terbesar dan data terkecil.
2.
Menetukan banyak kelas (K) dengan cara:
-
Cara umum, bisa ditentukan antara 5 – 15
-
Cara strungest, kelas (K) = 1 + 3,3 Log N
3.
Menentukan panjang kelas (P) yakni range dibagi dengan
banyaknya kelas
4.
Menentukan batang kelas I, dengan cara:
-
Mengumpulkan
data terkecil
-
Menggunakan data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi
selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang ditentukan.
Setelah itu data disajikan dalam bentuk histogram
berdasarkan batas kelas yang telah ditentukan dan banyaknya frekuensi yang
telah diperoleh
2. 4 Waktu Siklus, Waktu Normal dan Waktu Baku
Waktu siklus adalah waktu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu
produk. Dimana rumusnya yaitu:
Waktu Siklus (Ws) =
Waktu Normal adalah waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu produk dalam keadaan standar atau normal. Dimana rumusnya
yaitu:
Waktu Normal (Wn) = Ws x P
Dimana : P = Faktor penyesuaian
Waktu Baku adalah waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu produk dimana dipengaruhi oleh factor penyesuaian dan
factor kelonggaran.
Rumusnya yaitu:
Waktu Baku (Wb) = Wn + Wn (1)
2.4.1.
Faktor Penyesuaian
Setelah pengukuran berlangsung, pengukuran harus
mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator, ketidak wajaran dapat
saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah
diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi
ruang yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang
berakibat telalu singkat atau terlalu panjang waktu penyelesaian. Hal ini jelas
tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
Biasanya penyesuain dilakukan dengan mengalikan waktu
siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata suatu harga p yang disebut dengan
faktor penyesuain. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar seorang pengukur
dapat mempelajari bagaimana kerjanya seorang operator yang dianggap normal
yaitu jika seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa
usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang
ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaan.
Untuk menyatakan kelonggaran dalam perhitungan waktu baku langkah pertama adalah menentukan
besarnya kelonggaran untuk hal tersebut diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan
rasa fatique dan hambatan yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara
lain dapat diperoleh dari tabel yaitu dengan memperhatikan kondisi-kondisi dan
sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh
melalui pengukuran khusus seperti sampling pekerjaan. Biasanya dinyatakan dalam
persentase dijumlahkan dan kemudian mengalikan jumlah ini dengan waktu normal
yang telah dihitung sebelumnya.
Dari keempat cara penentuan faktor-faktor dari
penyesuaian diatas maka yang kami gunakan dalam penyusunan laporan ini adalah
cara Wesing House. Cara Wesing House
mengarahkan penulisan pada empat
faktor yang dianggap menentukan kewajaran dalam bekerja yaitu :
Keterampilan, usaha, kondisi atau konsistensasi.
Keterampilan atau skill didefenisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja
yang ditetapkan. Dan latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya
sampai ketingkat tertentu saja. Secara psikologis keterampilan merupakan
uptitude pekerja untuk pekerjaan yang bersangkutan, keterampilan dapat
menurunkan bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjan terseburt.
Menghitung
waktu siklus rata-rata dengan :
Ws =
Hitung waktu
normal dengan :
Wn = Ws x P
Dimana P adalah faktor-faktor penyesuaian. Faktor ini
diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan
kecepatan tidak wajar, hasil perhitunga waktu perlu disesuaikan atau
dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika
pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaian p
sama dengan l, artinya waktu siklus rata-rata normal. jika pekerjaan terlalu
lambat maka untuk menormalkanya pengukur
harus memberi harga pl dan selanjutnya pl,
jika dianggap bekerja cepet.
Hitung waktu baku dengan :
Wb = Wn + Wn (l)
Dimana l adalah kelonggaran yang diberikan pada pekerja
untuk menyusuaikan pekerjaan disamping waktu normal. Kelonggaran ini diberikan
untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan terhindarkan oleh pekerja umumnya,
kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.
Cara menentukan faktor penyesuaian pertama adalah
dengan cara persentase. Disini biasanya ditentukan sepenuhnya oleh pengukur
melalui pengamatan selama melakukan pengukuran, terlihat bahwa penyusuaian
diselesaikan dengan cara yang sederhana, namun terlihat adanya kekurangan dan
kurangnya ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penelitian. Bertolak
dari kelemahan ini dikembangkanlah cara-cara lain yang dipandang sebagai cara
yang lebih obyektif. Cara-cara ini umumnya memberikan patokan yang dimaksud
untuk mengarahkan penilaian pengukuran terhadap kerja operator.
Kelonggaran diberikan untuk tidak hal
yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan-hambatan
yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya merupakan hal-hal yang secara nyata
dibutuhkan oleh pekerja, n yang selama pengukuran tidak diamati, diukur,
dicatat ataupun dihitung. Karena sesuai dari pengukuran dan setelah mendapatkan
waktu normal kelonggaran ditambahkan dengan s.
2. 5 Diagram Sebab Akibat (Fish Bone Diagram)
Diagram sebab akibat yang terkenal dengan istilah
diagram tulang ikan. Diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kaoro Ishikawa
(Tokyo University) pada tahun 1943.
Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan
faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan didalam menentukan
karakteristik kualitas output kerja. Disamping itu juga dicari penyebab
–penyebab sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini metode sumbang saran
(Brainstorming Method) yang cukup efektif digunakan untuk mencari factor-faktor
penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail.
Untuk mencari factor-faktor penyebab terjadinya
penyimpangan kualitas hasil kerja maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada
5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatiakan, yaitu:
1.
Manusia (Man)
2.
Metode kerja (Work-Method)
3.
Mesin (Machine)
4.
Bahan baku (Row Materials)
5.
Lingkungan kerja (Work-Environment)